Tuesday, January 6, 2015

AKHLAK RASULULLAH DALAM SABAR DAN MEMAAFKAN


Oleh:
Asy-Syaikh Al-Hafizh As-Sayyid Shohibul Faroji Azmatkhan 

DALIL AL-QUR'AN TENTANG SABAR DAN MEMAAFKAN

Begitu indahnya akhlak Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam, seluruh tingkah lakunya mencerminkan akhlak mulia. Dalam kehidupan Rasulullah tidak mengenal dendam. Dendam ini merupakan racun yang menghancurkan keimanan. Pada saat seseorang merasakan "dendam" di hatinya, kemarahan yang begitu besar, kebencian yang menyala-nyala, iri hati yang tak terbendung, dengki yang begitu menggunung, rencana jahat yang begitu berapi-api, ghibah dan fitnah yang sangat jahat dan sadis, __saat itulah IMAN itu hilang dalam dirinya.

Ketika iman telah hilang dan sirna dalam dirinya, maka ia semakin jauh dari Allah. Saat itulah "rasa kemanusiaan" nya hilang, "empati dan simpati" nya hilang, "cinta dan kasih sayangnya" hilang.

Bagi Umat Baginda Nabi Muhammad yang mampu menerapkan dan mengejawantahkan keteladanan Rasulullah itu dalam dirinya, dalam perilakunya sehari-hari, maka Allah menjanjikan pahala yang besar. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:


ﻭَﺟَﺰَﺍﺀُ ﺳَﻴِّﺌَﺔٍ ﺳَﻴِّﺌَﺔٌ ﻣِﺜْﻠُﻬَﺎ ﻓَﻤَﻦْ ﻋَﻔَﺎ ﻭَﺃَﺻْﻠَﺢَ ﻓَﺄَﺟْﺮُﻩُ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺇِﻧَّﻪُ ﻻ ﻳُﺤِﺐُّ ﺍﻟﻈَّﺎﻟِﻤِﻴﻦَ

”Dan balasan kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, tetapi siapa saja yang memaafkan dan membalas dengan kebaikan, pahalanya [yang besar] berada di sisi Allah, Sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang yang zhalim” (Qur’an Surah Asy Syuura:40)

Pada ayat yang lain, Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberikan solusi penyelesaian yang indah,


ﻭَﺇِﻥْ ﻋَﺎﻗَﺒْﺘُﻢْ ﻓَﻌَﺎﻗِﺒُﻮﺍ ﺑِﻤِﺜْﻞِ ﻣَﺎ ﻋُﻮﻗِﺒْﺘُﻢْ ﺑِﻪِ ﻭَﻟَﺌِﻦْ ﺻَﺒَﺮْﺗُﻢْ ﻟَﻬُﻮَﺧَﻴْﺮٌ ﻟِﻠﺼَّﺎﺑِﺮِﻳﻦَ


“Jika kamu disiksa, silahkan kamu balas dengan adil, tetapi kalau kamu bersabar, maka langkah sabar adalah yang terbaik” (Qur’an Surah An Nahl:126)


ﻭَﻟَﻤَﻦْ ﺻَﺒَﺮَ ﻭَﻏَﻔَﺮَ ﺇِﻥَّ ﺫَﻟِﻚَ ﻟَﻤِﻦْ ﻋَﺰْﻡِ ﺍﻷﻣُﻮﺭِ


“Bagi orang yang bersabar dan mema’afkan, Sesungguhnya (perbuatan ) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.(Qur’an Surah Asy Syuura:43)


Dari ayat-ayat ini jelas diterangkan bahwa Islam mengajarkan kepada ummat Islam untuk menjadi orang yang penyabar dan suka memberi maaf, karena orang yang sabar dan memaafkan itu adalah termasuk akhlak mulia yang diutamakan.

Adapun contoh-contoh kemuliaan akhlak Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam dalam bersabar dan memaafkan musuh-musuhnya, adalah:
  1. Pada saat penaklukan kota Makkah (Fathul Makkah). Kota Suci dikuasai umat Islam. Lawan perang benar-benar tak berkutik. Tak ada darah menetes di dalam ataupun sekitar Masjidil Haram. Penghancuran patung berhala di sekeliling Ka’bah pun dilakukan atas permintaan penduduk Makkah sendiri. Sejak awal, Nabi melarang berbagai bentuk kekerasan dan perusakan karena musuh tidak lagi menyerang. Sikap anti-pemaksaan justru mengantarkan peristiwa Fathul Makkah pada kemenangan yang kian gemilang. Musyrikin Quraisy berbondong-bondong memeluk Islam, terutama setelah pemimpin tertinggi mereka, Abu Sofyan berikut keluarganya secara suka rela mengucapkan dua kalimat syahadat. 
  2. Ketika di Makkah dinilai kurang memberi harapan dalam berdakwah, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam sempat menyampaikan dakwahnya ke daerah Thaif. namun apa yang terjadi ? ketika baru sampai diperbatasan kota Thaif. Nabi disambut dengan lemparan-lemparan batu dan potongan-potongan besi. akibatnya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam mengalami luka parah. Pada saat Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam masih dihujani batu dan potongan besi, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam lalu berdoa “Ya Allah, jangan Kau turunkan siksa kepada mereka yang melempariku. sebab mereka bukan orang yang jahat, tapi mereka orang yang belum tau bahwa aku adalah RasulMu. tunjukkan mereka kepada jalanMu yang benar dan ampunilah mereka serta sayangi mereka”
  3. Demikian juga, kejadian yang serupa pernah terjadi pada waktu perang uhud. di mana beliau terlemparkan kepada suatu lembah yang cukup dalam. dan dengan secara kejam, seorang lawan melemparkan tombaknya yang tajam ke muka Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam. pada waktu itulah gigi Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam patah dan dari mulutnya menyemburkan darah. Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam tersungkur ke pasir dengan muka penuh darah. Melihat kejadian itu, seorang sahabat yaitu Imam 'Ali bin Abi Thalib Karramallahu Wajhah menjerit menangis karena mengetahui pemimpin yang dicintainya disiksa secara kejam. dan sahabat yang menjerit lalu berkata “Ya Rasulullah, doakan saja orang yang jahat dan kejam itu supaya disiksa oleh Allah, sebab doamu pasti dikabulkan oleh Allah”. Namun apa yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam ? pada saat itu Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam lalu berdoa : “Ya Allah, jangan Kau turunkan siksa kepada orang yang menombak aku. tunjukkanlah ia kepada jalan-Mu yang benar dan sayangilah dia serta ampuni kesalahannya”


Yaa Allah...Yaa Rahmaan...Yaa Rahiim
Beginilah kemuliaan akhlak baginda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam dalam berdakwah. Beliau sangat sabar terhadap orang-orang yang memusuhinya, dan memaafkan kesalahan mereka.

Semoga akhlak mulia ini bisa kita teladani dalam kehidupan kita sehari-hari...amiin.

Thursday, November 1, 2012

Akhlak Rasulullah Tentang Baik Sangka (Husnuzhan)



Oleh:

Asy-Syaikh Al-Hafizh As-Sayyid Shohibul Faroji Azmatkhan

Suatu hari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengutus sahabat Umar bin Khattab Radhiyallahu 'Anhu untuk menarik zakat dari para sahabat. Akan tetapi, Ibnu Jamil, Khalid bin Walid dan Abbas yang juga paman Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak menyerahkan zakatnya. Umar pun kemudian melaporkan sikap ketiga sahabat itu kepada Rasulullah.

Lalu apa sebenarnya prasangka itu? Dalam Al-Qur'an, prasangka disebut dengan az-Zhann. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam senantiasa mendidik dan mengarahkan para sahabat agar berbaik sangka (ber-husnuzh zhann) terhadap Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan manusia di sekitar mereka, agar hati mereka tetap bersatu. 


Mendengar laporan itu, Rasulullah bersabda, ''Tiada sesuatu yang membuat Ibnu Jamil enggan untuk menyerahkan zakat kecuali dirinya fakir, kemudian Allah menjadikannya kaya. Adapun Khalid, sesungguhnya kalian telah berbuat zalim terhadapnya (karena) ia menginfakkan baju besi dan peralatan perangnya di jalan Allah. Adapun Abbas, aku  telah mengambil zakatnya dua tahun lalu.''

Setelah itu, Rasulullah pun bersabda, ''Wahai Umar, apakah kamu tidak tahu bahwa paman seseorang itu sama seperti ayahnya?'' (HR Bukhari dan Muslim). 

Dari kisah itu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengajarkan kepada umatnya untuk berbaik sangka kepada sesama. Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam senantiasa mengingatkan umatnya untuk menjauhi prasangka buruk.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala juga melarang hamba-Nya  yang beriman untuk berprasangka. ''Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa...”' (QS al-Hujurat:12).  

Syekh Salim bin Ied al-Hilali dalam “Syarah Riyadhus Shalihin”, mengungkapkan, seorang hamba Allah yang beriman hendaknya menjauhkan diri dari menuduh, menghianati keluarga, kerabat dan orang-orang bukan pada tempatnya.

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menegaskan dalam hadisnya, ''Jauhilah olehmu prasangka. Sesungguhnya prasangka itu adalah perkataan yang paling dusta.'' (Muttafaq 'alaih). 


Syekh Mahmud al-Mishri dalam kitab “Mausu'ah min Akhlaqir-Rasul”, menjelaskan secara detail tentang jenis-jenis prasangka.

Menurut Syekh al-Mishri, ada empat macam prasangka yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. 

Pertama, prasangka yang diharamkan. Prasangka yang termasuk kategori haram itu adalah berprasangka buruk terhadap Allah serta berprasangka buruk terhadap kaum Muslimin yang adil.

Kedua, prasangka yang diperbolehkan. ''Prasangka yang diperbolehkan adalah yang terlitas dalam hati seorang Muslim kepada saudaranya karena adanya hal yang mencurigakan,'' papar Syekh al-Mishri. 

Ketiga, prasangka yang dianjurkan. Menurut dia, prasangka jenis ini adalah prasangka yang baik terhadap sesama Muslim.

Keempat prasangka yang diperintahkan. Menurut Syekh al-Mishri, prasangka yang diperintahkan adalah prasangka dalam hal ibadah dan hukum yang belum ada nashnya. 

''Dalam hal ibadah, kita cukup berdasarkan prasangka yang kuat, seperti menerima kesaksian dari saksi yang adil, mencari arah kiblat, menaksir kerusakan-kerusakan, dan denda pidana yang tidak ada nash yang menentukan jumlah atau kadarnya,'' ujarnya.

Sufyan ats-Tsauri menjelaskan ada dua jenis prasangka, yakni berdosa dan tidak berdosa.  Prasangka yang berdosa, kata ats-Tasuri,  jika seseorang berprasangka dan mengucapkannya kepada orang lain. Sedangkan, yang tak berdosa adalah  prasangka yang tidak diucapkan atau disebarkan kepada orang lain.


Tiga hari menjelang wafat, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, ''Janganlah seseorang meninggal dunia, kecuali dalam keadaan berbaik sangka terhadap Allah SWT.'' (HR Muslim, hadis sahih).

Berbaik sangka kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala merupakan kenikmatan yang paling agung. Abu Hurairah RA meriwayatkan sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam tentang kemuliaan berprasangka baik kepada sang Khalik. 

''Sesungguhnya Allah azza wa jalla berfirman, Aku menurut prasangka hamba-Ku. Aku bersamanya saat ia mengingat-Ku. Jika ia mengingatku dalam kesendirian, Aku akan mengingatnya dalam kesendirian-Ku.''

''Jika ia mengingat-Ku dalam keramaian, Aku akan mengingatnya dalam keramaian yang lebih baik daripada keramaiannya. Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku akan mendekat kepadanya sehasta. Jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku akan mendekat kepadanya sedepa. Jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan, Aku akan datang kepadanya dengan berlari.'' (HR Bukhari dan Muslim).

Ahmad bin Abbas an-Numri berkata, ''Sungguh aku berharap kepada Allah hingga seolah aku melihat betapa indahnya balasan Allah atas kebaikan prasangkaku.'' 

Syekh al-Mishri mengungkapkan, kebersihan hati seorang Mukmin adalah salah satu hal yang penting diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Hati yang bersih akan memudahkan umat untuk menjalin ukhuwah Islamiyah. Salah satu cara memelihara jalinan ukhuwah Islamiyah adalah dengan berbaik sangka kepada saudara-saudara sesama Muslim.